Usaha Pembuatan Blangkon di Ngawi Masih Bertahan
Artikel, Kerajinan, News, Ngawi, Utama 03.32
Ngawi - Usaha pembuatan blangkon atau penutup kepala busana tradisonal Jawa, di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, masih bertahan meski keberadaannya semakin punah di tengah kemajuan zaman.
Usaha ini masih ditekuni oleh keluarga Mamik Wahyudi warga Desa Jururejo, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, yang membuat blakngkon dengan cara tradisional atau manual.
Bersama anaknya, Mamik Wahyudi masih terus menggeluti usaha yang telah dirintisnya sejak tahun 80-an ini. Meski tidak seramai dibandingkan 20 tahun lalu, namun omzet pemesanan blangkon masih terus mengalir.
"Pesanan masih terus ada, namun sudah tidak seramai dulu. Sekarang hanya kalangan tertentu saja yang memesan untuk dibuatkan blangkon," ujar dia, Minggu.
Menurut dia, sebagian besar pemesan blangkon datang dari kalangan pecinta seni, jasa persewaan busana pengantin, hingga warga yang mengkuti berbagai acara tradisional. Pemesan datang dari berbagai daerah di Jawa Timur hingga Jawa Tengah.
Mayoritas pesanan datang berdasarkan informasi dari mulut ke mulut. Selain dikenal buatannya bagus, blagkon hasil karya Mamik Wahyudi juga dikenal unik dan harganya terjangkau.
"Rata-rata satu blangkon dijual dengan harga antara Rp50 ribu hingga Rp160 ribu, tergantung dari model dan bahan kain dasar blangkon. Semakin bagus kainnya, maka semakin mahal harganya," terang Mamik.
Ia mengaku dalam sebulan ia mampu menyelesaikan lima hingga enam pesanan blangkon. Model blangkon sendiri yang dibuat bervariasi, di antaranya ada motif Solo asli, motif Madiun, motif Magetan, hingga motif Kedirian. Tergantung selera dari pemesan.
Untuk pembuatan satu blangkon membutuhkan waktu hingga tiga hari lamanya. Proses pembuatannya berawal dari pembentukkan pola blangkon dari kertas karton yang dipasang di model cetakan blangkon. Setelah pola terbentuk, baru dipilih kain bercorak batik sesuai selera, untuk dipasangkan pada pola yang telah jadi tersebut.
Lalu, untuk membentuk wujud blangkon kain dalam pola tersebut dikunci dengan paku agar bentuk blangkon yang tertata mati. Setelah itu, blagkon setengah jadi dianginkan hingga beberapa lama. Setelah bentuk blangkon jadi, kuncian paku dicabut, maka sebuah blangkon baru telah siap dijual.
Mamik mengakui, masih mengalirnya permintaan blangkon, tak lepas dari masih terjaganya aktivitas seni budaya di kalangan masyarakat Jawa, meski jumlahnya semakin berkurang.
"Blangkon telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam karakter budaya Jawa. Karena itu, selain faktor ekonomi, dalam usaha ini saya ingin agar keberadaanya tidak punah oleh kemajuan zaman," kata dia.
JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :